Danau Vostok, terpendam di bawah gletser di Antartika, sebuah kawasan
yang begitu gelap, dalam dan dingin, yang dijadikan oleh para ilmuwan
sebagai model untuk kondisi ekstrim di planet lain, tempat yang diduga
tak mungkin ditempati organisme apapun untuk hidup. Namun, penelitian
dari Dr. Scott Rogers, seorang profesor ilmu biologi di
Bowling Green State University, bersama rekan-rekannya, secara
mengejutkan telah menyingkap berbagai bentuk kehidupan yang bersemayam
dan bereproduksi dalam lingkungan yang paling ekstrim tersebut. Sebuah
makalah yang dipublikasikan dalam jurnal PLoS ONE (Public Library of Science) edisi 26 Juni, merinci ribuan spesies yang teridentifikasi melalui pengurutan DNA dan RNA.
“Batas-batas
pada apa yang layak huni dan apa yang tidak berubah,” umbar Rogers.
Hasil studi kini menjadi artikel keempat yang dipublikasikan tim riset
dalam menginvestigasi Danau Vostok. Riset yang memakan biaya lebih dari
250 ribu dolar ini terwujud berkat dukungan beberapa pendanaan: dua
hibah di antaranya berasal dari National Science Foundation, satu dari
U.S. Department of Agriculture dan satu lagi dari Komite Riset Fakultas
Bowling Green State University.
Saat berpikir tentang Danau
Vostok, Anda harus berpikir besar. Selain sebagai yang terdalam keempat
di dunia, danau ini juga yang terbesar dari sekitar 400 danau subglasial
yang ada di Antartika. Es yang menutupinya selama 15 juta tahun kini
memiliki kedalaman sejauh lebih dari dua mil, menciptakan tekanan yang
besar pada danau. Beberapa nutrisi tersedia di sana. Danau ini terletak
jauh di bawah permukaan laut dalam sebuah tekanan yang sudah terbentuk
sejak 60 juta tahun yang lalu di saat lempeng benua bergeser dan
terpecah-pecah. Iklim di sana begitu keras dan sulit ditebak sehingga,
untuk mengunjunginya, para ilmuwan harus berbekal peralatan khusus dan
pelatihan bertahan hidup.
Tidak hanya dianggap sebagai tak layak
huni, Danau Vostok bahkan diduga sebagai lingkungan yang steril. Namun
apa yang ditemukan Roger lewat penelitian ini jauh di luar dugaan.
Bekerja dengan menyingkirkan bagian-bagian inti dari lapisan dalam es
yang menggumpal dari air danau yang membeku hingga ke bagian dasar
gletser yang berhimpitan dengan danau, Rogers meneliti es semurni
berlian yang terbentuk dalam tekanan besar dan suhu relatif hangat yang
bisa ditemukan pada kedalaman seperti itu. Tim riset mengambil sampel
berupa beberapa inti dari dua area di danau tersebut; cekungan utama
sebelah selatan dan area dekat teluk di ujung barat daya danau.
“Kami
menemukan kompleksitas lebih dari yang dipikirkan siapapun,” seru
Rogers, “Ini sungguh menunjukkan kegigihan hidup, juga menunjukkan
bagaimana organisme dapat bertahan hidup di tempat yang mana beberapa
tahun lalu sempat kami kira takkan ada yang bisa bertahan hidup.”
Dengan
mengurutkan DNA dan RNA dari sampel gumpalan es, tim riset
mengidentifikasi ribuan bakteri, termasuk beberapa yang biasanya
ditemukan dalam sistem pencernaan ikan, krustasea dan cacing Annelida, selain jamur dan dua spesies archaea,
atau organisme bersel-tunggal yang cenderung hidup di lingkungan
ekstrim. Spesies lain yang teridentifikasi berhubungan dengan habitat
berupa sedimen danau atau laut. Psychrophiles, atau organisme yang hidup di lingkungan dingin yang ekstrim, ditemukan bersamaan dengan penghuni lingkungan panas, thermophiles,
menunjukkan adanya ventilasi hidrotermal di danau tersebut. Menurut
Rogers, keberadaan spesies laut dan air tawar ini mendukung hipotesis
bahwa danau tersebut pernah terhubung ke laut, dan bahwa air tawar
tersimpan ke dalam danau oleh gletser yang tergeser ke dalam.
Jumlah spesies secara
keseluruhan paling banyak ditemukan di area dekat teluk, termasuk yang
umumnya hidup di lingkungan air tawar, serta spesies laut, psychrophiles dan thermophiles.
Sejumlah besar spesies lain yang ditemukan masih belum teridentifikasi.
Teluk di area danau tersebut tampaknya banyak berisi aktivitas
biologis.
“Banyak dari spesies yang kami urutkan merupakan jenis
yang bisa kita temukan di sebuah danau,” ungkap Rogers, “Sebagian besar
organisme tampaknya mahkluk air (air tawar), dan banyak spesies yang
biasanya hidup di sendimen laut atau danau.”
Bagi Yury Shtarkman,
salah satu bagian dari tim riset, proyek ini terbukti sangat
mengasyikkan, dan bahkan berhasrat untuk seumur hidup bisa terlibat
dalam studi semacam ini. “Ini adalah proyek yang sangat menantang dan
semakin Anda mempelajarinya, semakin Anda ingin tahu,” ujarnya, “Setiap
hari Anda menemukan hal yang baru dan menggiring ke arah lebih banyak
pertanyaan yang harus dijawab. Dalam mempelajari DNA dan RNA lingkungan,
kami memeriksa pada seberapa miripkah urutan-ururtan ini dengan
urutan-urutan organisme yang sudah diidentifikasi dalam database nasional. Kami menelusuri evolusi dan ekologi danau itu sendiri.
Sebelum
35 juta tahun yang lalu, Antartika merupakan kawasan beriklim
hangat yang dihuni oleh beragam tanaman dan hewan. Kemudian, sekitar 34
juta tahun lalu, “terjadilah penurunan suhu secara besar-besaran” dan es
menutupi kawasan danau di saat danau itu mungkin masih terhubung dengan
Samudera Selatan. Peristiwa ini menurunkan tingkat permukaan laut
hingga sekitar 300 meter, yang serta merta memotong Danau Vostok dari
lautan lepas. Lapisan es mengalami turun naik hingga akhirnya kembali
terjadi penurunan suhu besar-besaran sekitar 14 juta tahun yang
lalu, menyebabkan permukaan laut mengalami tingkat penurunan yang jauh
lebih rendah dari sebelumnya.
Seiring merambatnya es hingga ke
seberang danau, kawasan danau itu kian jatuh ke dalam kegelapan total
dan terisolasi dari atmosfer, menyebabkan meningkatnya tekanan dari
bobot berat gletser. Mungkin banyak spesies yang menghilang dari danau
tersebut, namun tampaknya banyak pula yang mampu bertahan seperti yang
ditunjukkan Rogers dalam penelitian ini.
Selama bertahun-tahun
tim Rogers bekerja untuk mengidentifikasi dan mempelajari organisme
dalam gumpalan es Vostok dengan menggunakan prosedur yang melibatkan
koloni bakteri dan jamur yang terkultur, namun prosesnya sangat lambat,
terutama bagi mahasiswa pascasarjana yang membutuhkan hasil untuk tesis.
“Kami
mulai berpikir untuk melakukannya dengan cara yang berbeda,” tutur
Rogers. Alih-alih menggunakan organisme hidup yang terkultur, mereka
berkonsentrasi pada pengurutan DNA dan RNA di dalam es. Metode ini, yang
disebut metagenomics dan metatranscriptomics,
menghasilkan ribuan urutan dalam sekali waktu untuk kemudian dianalisis
menggunakan komputer – prosedur yang secara kolektif disebut sebagai
metode “Big Data”. Sebaliknya, dengan prosedur lama biasanya dibutuhkan
waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan organisme berkultur yang cukup
untuk beberapa lusin urutan.
Masalahnya jadi berubah, dari yang
tadinya memiliki terlalu sedikit urutan menjadi memiliki terlalu banyak
urutan untuk dianalisis, kata Rogers. Setelah dua tahun analisis
komputer, hasil akhir menunjukkan bahwa Danau Vostok berisi serangkai
ragam mikroba, termasuk beberapa organisme multiseluler.
Jauh sebelum mulai menggunakan metagenomics dan metatranscriptomics
untuk mempelajari es, Rogers dan timnya sempat mengembangkan sebuah
metode untuk memastikan kemurnian es. Bagian inti es direndam ke dalam
larutan natrium hipoklorit (pemutih), kemudian dibilas tiga kali dengan
air steril, menyingkirkan lapisan luarnya. Dalam kondisi yang sangat
steril, inti es yang tersisa kemudian meleleh, tersaring dan
membeku-ulang.
“Dengan menggunakan metode ini, kami dapat menjamin
kehandalannya hampir 100 persen,” kata Rogers. Pada akhirnya, proses
dalam metode ini menghasilkan pelet asam nukleat yang mengandung DNA dan
RNA, saatnya untuk bisa diurutkan.
Rogers merasa bahwa
timnya melakukan kesalahan besar dari sisi konservatif dalam melaporkan
hasil-hasil riset tersebut, termasuk berupa urutan-urutan yang bisa saja
hanya berasal dari gumpalan es, namun banyak pula urutan lain yang ia
rasa mungkin berasal dari danau, membuka jalan awal untuk penyelidikan
tambahan.
Urutan DNA yang sudah mereka hasilkan kini tersimpan dalam database National Center for Biotechnology GenBank, dan tersedia bagi para peneliti lain yang melakukan studi lebih lanjut.
Kredit: Bowling Green State University
Jurnal: Yury M. Shtarkman, Zeynep A. Koçer, Robyn Edgar, Ram S. Veerapaneni, Tom D’Elia, Paul F. Morris, Scott O. Rogers. Subglacial Lake Vostok (Antarctica) Accretion Ice Contains a Diverse Set of Sequences from Aquatic, Marine and Sediment-Inhabiting Bacteria and Eukarya. PLoS ONE, 2013; 8 (7): e67221 DOI: 10.1371/journal.pone.0067221
Jurnal: Yury M. Shtarkman, Zeynep A. Koçer, Robyn Edgar, Ram S. Veerapaneni, Tom D’Elia, Paul F. Morris, Scott O. Rogers. Subglacial Lake Vostok (Antarctica) Accretion Ice Contains a Diverse Set of Sequences from Aquatic, Marine and Sediment-Inhabiting Bacteria and Eukarya. PLoS ONE, 2013; 8 (7): e67221 DOI: 10.1371/journal.pone.0067221
Tidak ada komentar:
Posting Komentar